Sunday, January 30, 2011

Orang gajian

Perundingan mengenai kenaikan gaji selalu menjadi topik hangat di kalangan manufaktur. Harga BBM yg melambung tinggi selalu menjadi pemicu naiknya harga barang-barang di pasar dan juga menjadi faktor penentu naiknya Upah Minimun Regional (UMR). Tentu saja selain inflasi tahunan yg diterbitkan pemerintah secara resmi. Dan beberapa faktor yg lain yg tak bisa saya jabarkan satu per satu.

Isu-isu ini sering membuat saya miris melihat orang-orang yg bekerja di manufaktur. Bagi saya, sangat  mudah menghamburkan uang yg cuma 50ribu rupiah saja, tapi bagi mereka para pekerja yg hidup matinya bekerja sebagai blue collar uang 50 ribu itu bisa sangat berarti banyak. Upah kenaikan perbulan yg hanya 50 ribu rupiah itu bisa menjadi perdebatan yg sangat alot dan berkepanjangan, kalau tak mau tiba-tiba terjadi demo besar-besaran. Sering kali saya menghindari percakapan tentang kenaikan upah ini dengan para karyawan blue collar. Cara berpikir saya dan mereka tentu saja tak sesuai dan jauh berbeda.

Untuk beberapa staff yg merasa punya skill segudang dan berbagai talenta yg dimiliki, rumusannya cukup mudah sekali, kalau tak puas dengan nilai nominal dan kesejahteraan yg ditawarkan perusahaan, ya  tinggal tanda tangan surat pengunduran diri saja dan bilang bye-bye saja, kemudian hengkang ke tempat yg baru yg lebih menjanjikan. Semua cepat beres.

Tapi untuk karyawan yg hanya punya skill biasa-biasa saja tentu ceritanya sangat berbeda sekali. Mereka tak bisa hengkang setiap saat. Mereka akan berusaha mati-matian untuk mendapatkan kenaikan gaji tahun melalui perundingan yg alot dan intensif antara SPMI dan management perusahaan. Walaupun saya sedih melihat hal ini, tapi tentu saja saya sering tak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam menonton kejadian ini. Atau kadang-kadang terbersit di benak saya kenapa mereka tak berusaha meningkatkan skill-nya sehingga mereka punya posisi tawar menawar yg baik dengan pihak management  perusahaan dimana mereka bekerja. Tapi itu hanya pikiran sekilas saja. Kemudian hilang dari benak saya. Lalu saya kembali diam membisu.

Saya kadang-kadang merasa kasihan melihat mereka. Tapi yg sangat saya kagumi adalah mereka masih bisa tersenyum bahagia walaupun mereka dibayar dengan sangat murah. Bandingkan dengan saya, yg menurut mereka sudah mendapatkan lebih dari cukup tapi masih saja suka menggerundel dan ngomel-ngomel karena tak puas dengan nominal yg saya terima. Mungkin mereka berpikir kalau saya agak serakah ya. Sudah hidup enak menurut kaca mata mereka, tapi kurang bersyukur. Karena saya selalu melihat ke atas dimana teman-teman saya jauh lebih sukses secara finansial dan dengan otak teman-teman saya yg semasa kuliah biasa-biasa saja alias nilai akademisnya patut dipertanyakan alias buruk tapi mereka bisa sukses secara finansial. Memang betul kata orang bijak nilai akademis yg bagus tidak menjamin Anda akan makmur dan sejahtera secara finansial. Karena hal itu kurang berhubungan katanya. Kalau ingin makmur secara finansial, cukup Anda mampu menghitung dengan benar 1+1, bisa jadi berapa di tangan Anda. Menakjubkan bukan? Anda tak perlu menjadi ahli matematika untuk menjadi kaya secara financial hehehe. Justru ada lelucon yg mengatakan bahwa orang yg maju dan pintar secara akademis akan cenderung berakhir menjadi budak dan orang gajian dari orang yg bodoh secara nilai akademis. Entah itu benar atau tidak, itu tugas Anda masing-masing untuk membuktikannya.

Saya berharap saya bisa membuktikan bahwa teori atau lelucon itu salah hehehe. Karena saya, salah satu yg memiliki nilai akademis yg baik tapi berakhir jadi orang gajian hahaha

nuchan@31012011
Mau dibawa kemana hidup saya?

Thursday, January 27, 2011

Mens sana in corpore sano

Tubuh saya adalah satu-satunya sahabat terdekat jiwa saya. Ketika jiwa saya resah maka tubuh saya pun akan turut beraksi menderita. Rasanya badan saya menjadi ngilu dan lelah ketika jiwa saya resah. Begitu juga ketika tubuh saya sakit, maka jiwa saya pun turut gundah gulana. Mereka seperti punya hubungan kembar identik.

Saya tak ingin dua-duanya sakit. Maka keduanya harus seimbang dan bersatu padu untuk selalu dalam keadaan prima dan sehat selalu. Jadi ingat pepatah Latin yg sangat terkenal  dan bijak bestari : Mens sana in corpore sano (a healthy mind in a healthy body)

Wednesday, January 26, 2011

Maafkan aku

Tuhan, maafkan aku kalau terlalu ingin serba lebih
Tapi aku ingin mendapatkan tempat berteduh yg baru
Aku suka pemondokan indah di Cibiru
Pondok indah bernomor 25
Tapi harganya tak masuk di akal sehatku
Darimana cari uang sebanyak itu
Bantu aku buka jalan
Berikan clue apakah itu tempat yg baik
Berikan petunjuk apakah sesuai yg Kaurancangkan

Monday, January 24, 2011

Hanya mimpi

Kapan pun dia datang dan pergi,aku selalu memaafkannya. Seolah-olah dia tahu aku akan selalu menerimanya kapan saja,di mana saja dan dalam keadaan apapun. Dia sudah membuktikannya sendiri, setelah bertahun-tahun dia pergi dan melukai hatiku, tanpa merasa bersalah dia datang dan menawarkan senyuman manisnya dengan sorot mata teduhnya dalam hitungan detik dia mampu meluluhkan hatiku. Aku bahkan tak mengingat lagi apa kesalahannya dan bagaimana dia memperlakukan aku. Aku hanya bisa tersenyum, memeluk tubuhnya dan merasakan wangi tubuhnya yg tak pernah hilang dari rekaman otakku. Aku mendekapnya erat-erat, takut dia lari dan menghilang kembali.

Friday, January 14, 2011

Alamak susahnya untuk berbuat adil...

Setiap kali terjadi pergantian struktur organisasi di sebuah perusahaan, maka selalu ada yg diuntungkan dan ada juga yg dirugikan.

Imigrasi oh imigrasi

Sekali waktu saya pernah baru kembali dari Beijing  dengan rute penerbangan  SQ  BCIA-Beijing-Changi Singapore-Sukarno Hatta Jakarta. Pesawat yg saya tumpangi baru mendarat sekitar pukul 11:00 siang. Setelah turun dari pesawat saya bergegas menuju counter imigrasi kedatangan.  Waktu saya sampai di sana sudah terjadi antrian yg sangat panjang. Saya lupa ada berapa loket counter imigrasi kedatangan di Bandara Sukarno Hatta ini. Tapi yg jelas saya ingat adalah loket yg beroperasi di counter imigrasi kedatangan saat itu hanya ada 2 loket. Sementara antrian sudah seperti ular. Dalam hati saya, bener-bener terlalu ini pelayanan bandara internasional tapi kurang memadai dan sangat lamban. Walaupun jengkel saya tetap menunggu dengan masuk  antrian yg panjang.  Daripada bosan saya memilih mendengar musik dari Ipod saya sambil melamun kapan ini bisa selesai.

Friday, January 7, 2011

Celebrating 100 years

 By Cara Brady - Vernon Morning Star
Published: January 04, 2011 7:00 PM
Updated: January 04, 2011 9:32 PM

A century sits lightly on Joan Heriot as she laughs and visits with friends.
“People ask why the English accent? I was born in Vernon but when I was a little child, the whole Okanagan Valley was British. Technically, I’m actually Scottish. I thought that sounded rather exotic. I remember when I won a prize for being tidy at school, it was the Poems of Robert Burns,” she said in an interview late last year.
Her father, Allan Heriot, came to Coldstream from England in 1904 and her mother, Jessie Paulden, came as a governess to the Denison family in 1906. They were married in 1909 and Joan Ethelwyn Heriot was born in the Vernon Hospital Jan. 7, 1911.
The seeds of Heriot’s future careers took root as she grew up in Coldstream. Her mother continued to teach, her father worked as an entomological researcher, doing drawings for his published papers, and the little girl was a keen observer of the natural world. After seeing a collection on beetles when she was six, she declared that she would become an entomologist, an important job because of the many orchards in the area.
Heriot attended St. Michael’s Girls School in Vernon where she met artist Sveva Caetani, who later became a good friend. While she was at UBC studying entomology, she discussed her future career with a professor.
“He said, ‘My poor girl. You’ll never get a job with that. You’re a woman. Women do not get jobs in science. You’ll have to go to England if you will persist,’” she recalled.
She did persist and earned the money for her passage to England by picking apples, weeding gardens, and mowing lawns for two years. She went to the University of Liverpool where she lived with one of her aunts. By 1936 she had earned her M.Sc. degree and a teaching diploma and had a job teaching for the University of London External Program at Brighton Technical College, where she stayed for 30 years and was made department head. Former students remember her fondly and keep in touch: she received a Christmas card from one who is now in Brazil.
“Learning is such a joy for her and she made it a joy for others. Her sense of humour makes it such fun to be around her,” said Sharon Lawrence, who with another friend, Rhondda Biggs, visits Heriot to read to her, including science books since she has kept her interest in science.
Heriot came back to Vernon in 1966.
“I always intended to come back. It was home. I found that the Canadian child had never discovered that there was anything in a pond besides a tadpole,” she said. She remedied that by joining the North Okanagan Naturalists Club and sharing her knowledge with members of all ages.
“I had said that when I retired, I would do some painting. I had some lessons with Miss Jessie Topham Brown but I wasn’t any good with oils or watercolours. Then I made the transition to pastels and I knew this was the medium for me. I found I could do things in pastels that I couldn’t do in any other way. I think I painted something like 250 pictures.”
Her pictures, mostly of local scenery, were much sought after. People vied to be on ‘Heriot’s List,’ which meant the chance to buy her next painting when their turn came up. Her generosity benefited the Vernon Public Art Gallery as she donated pictures to Midsummer’s Eve of the Arts. The gallery had a retrospective of her work in 2007. Some of her journal drawings are in Issue three, 2009 issue of Lake A Journal of Arts and Environment, published by the University of B.C. Okanagan. Heriot wrote Growing up on the Coldstream, A Memoir, (2005) where she recalls her friends from the families of early settlers to the area. The family story is featured in the 74th Record of the Okanagan Historical Society.
In retirement, she renewed friendships with some of them,including Sveva Caetani and Paddy Mackie.
“It’s been an interesting life but I don’t think I’d want to do it again. You’re deprived of so many things — sight and hearing and taste, and mobility. I’m lucky in retaining some of the marbles but they’re on the loose side,” she said.
Lawrence said she loves visiting Heriot. “She’s interested in everything and that’s what keeps her young. She can quote poetry for any and every occasion.”
Lawrence asked if Heriot had any advice, to which she replied with a mischievous smile and the quotes, “Be good sweet maids and let who will be clever,” and “Do good deeds, not dream them all day long.”
Anyone who would like to wish Heriot a happy birthday is invited to her party at All Saints Anglican Church Friday from 2 p.m. to 4 p.m.

Sunday, January 2, 2011

I am ready to face it

Memasuki pergantian tahun yaitu menjelang tahun 2011 yg sudah di depan mata, membuat saya harus menoleh kembali ke belakang, melihat perjalanan waktu selama 364 hari yg sudah saya lalui. Apa yg sudah saya lakukan selama 364 hari itu? Semakin membaik atau memburuk? Atau justru stagnan? Kalau saya stagnan, itu artinya berita buruk buat saya, karena apa yg ada disekitar saya berubah sangat cepat bahkan dalam hitungan detik. Tapi apakah saya berubah? Entahlah. Saya nyaris tak memahami perbedaan yg terjadi dalam hidup saya. Selain usia bertambah dan tubuh saya sudah mulai sering gampang lelah,apalagi yg berubah yah? Sepertinya tak ada yg berubah signifikan. Hidup saya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Mengakhiri tahun 2010, banyak pesan-pesan unik yg muncul di wall FB. Yg paling umum tentu ucapan “ Selamat Merayakan Natal Des 2010 dan Selamat Tahun Baru 2011”.  Banyak juga yg menuliskan berbagai resolusi di tahun 2011. Semua harapan tentang kebaikan sudah dilantunkan, dipanjatkan dan diaminkan agar terkabul di tahun 2011.